Minggu, 21 November 2010

MAKALAH PENGENCERAN

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN


I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.

II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Larutan
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan atau padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent (pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut (Baroroh, 2004).
Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak disebutkan (Gunawan, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks dan lain-lain (Khopkar, 2003).

II.2. Konsentrasi Larutan

Untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif digunakan konsentrasi. Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut, dinyatakan dalam satuan volume (berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume tertentu dari pelarut. Berdasarkan hal ini muncul satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, ppm serta ditambah dengan persen massa dan persen volume (Baroroh, 2004).

Untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu harus diperhatikan:

1. Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu satuan yang diinginkan. Berapa volum atau massa larutan yang akan dibuat.

M1 . V1 = M2 . V2

Apabila larutan yang lebih pekat, satuan konsentrasi larutan yang diketahui dengan satuan yang diinginkan harus disesuaikan. Jumlah zat terlarut sebelum dan sesudah pengenceran adalah sama, dan memenuhi persamaan :

M1 : Konsentrasi larutan sebelum diencerkan

V1 : Volume larutan atau massa sebelum diencerkan

M2 : Konsentrasi larutan setelah diencerkan

V2 : Volume larutan atau massa setelah diencerkan

II.3. Pembuatan Larutan dengan Cara Mengencerkan

Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Brady, 1999).

II.4. Titrasi

Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :

1. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9 % pada titik kesetaraan.
2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.
Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Berdasarkan reaksi;
- Titrasi asam basa
- Titrasi oksidasi reduksi
- Titrasi pengendapan
- Titrasi kompleksometri

2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai;
- Titrasi asidimetri

3. Campuran penetapan akhir;
- Cara visual dengan indikator
- Cara elektromagnetik

4. Berdasarkan kosentrasi;
- Makro
- Semimikro
- Mikro

5. Berdasarkan teknik pelaksaan;
- Tidak langsung
- Titrasi plank
- Titrasi tidak langsung (Keenan, 1999).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar dan buret.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah HCl pekat, larutan NaOH 0,1 M, pellet NaOH, larutan HCl 0,1 M, indikator metil merah, indikator fenoftalein, indikator metil orange dan akuades.

IV. PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl


  1. Gelas ukur kosong ditimbang dan kemudian dicatat beratnya.
  2. Larutan HCl pekat diambil 4,15 mL dengan pipet tetes, dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah ditimbang. Dilakukan dalam lemari asam.
  3. Labu takar 100 mL yang kosong ditimbang, dicatat beratnya. diisi labu takar tersebut ± 20-25 mL akuades.
  4. Perlahan-lahan, dimasukkan HCl pekat yang telah diambil ke dalam labu takar.
  5. Ke dalam labu takar ditambahkan akuades hingga tanda batas. Ditutup labu takar dan dilakukan pengocokan hingga larutan homogen. Ditimbang berat labu takar yang telah berisi larutan. Larutan yang telah dibuat dalam tahap ini disebut sebagai Larutan A.
  6. Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur. Dipindahkan 20 mL larutan HCl yang telah dibuat (Larutan A) ke dalam labu takar 100 mL yang baru
  7. Ditambahkan akuades ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut sebagai Larutan B.
B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
  1. Sebelum digunakan, dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
  2. Buret diisi dengan larutan NaOH.
  3. Dicatat volume awal larutan NaOH dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
  4. Dipindahkan 10 mL larutan HCl encer (Larutan B) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur. Ditambahkan indikator metil merah ke dalam larutan tersebut. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
  5. Dihentikan titrasi, begitu terjadi perubahan warna konstan.
  6. Dibaca volume akhir NaOH yang tersisa di dalam buret. Dihitung volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir NaOH dalam buret.
  7. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali.
b. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
  1. Dilakukan kembali prosedur titrasi terhadap 10 mL larutan HCl encer (Larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan indikator fenoftalein.
  2. Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan menggunakan indikator metil merah dan dengan menggunakan fenoftalein sebagai indikator.
C. Pembuatan Larutan NaOH

  1. Ditimbang secara teliti 0,4 gram butiran NaOH menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
  2. Begitu penimbangan selesai dilakukan, dipindahkan NaOH dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat.
  3. Diaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh NaOH larut sempurna
  4. Dipindahkan larutan dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
  5. Ditambahkan akuades hingga tanda batas pada labu takar. Ditutup labu takar, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini disebut sebagai Larutan C.
  6. Dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai, dipindahkan 25 mL larutan C ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
  7. Ditambahkan akuades hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut Larutan D.
D. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH melalui Titrasi

a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran

  1. Sebelum digunakan, dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
  2. Diisi buret dengan larutan HCl 0,1 M.
  3. Dicatat volume awal larutan HCl 0,1 M dalam buret dengan membaca skala meniskus bawah larutan.
  4. Dipindahkan 10 mL larutan NaOH encer (Larutan D) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
  5. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut.
  6. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
  7. Dihentikan titrasi begitu terjadi perubahan warna konstan.
  8. Dibaca volume akhir HCl yang tersisa dalam buret. Dihitung volume HCl yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir HCl dalam buret.
  9. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali.
b. Titrasi Larutan HCl 0,1 M dengan Larutan NaOH sebagai Titran

  1. Dibilas buret dengan akuades, kemudian dibilas kembali dengan larutan NaOH yang telah dibuat (Larutan D).
  2. Diisi buret dengan larutan NaOH encer (Larutan D).
  3. Dipindahkan 10 mL larutan HCL 0,1 M ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
  4. Ditambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut.
  5. Dititrasi larutan dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH encer di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
  6. Dihentikan titrasi begitu terjadi perubahan warna konstan.
  7. Dihitung volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan HCl tersebut.
  8. Dilakukan titrasi sebanyak 2 kali.
  9. Dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai titran.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews