Jumat, 18 Maret 2011

4 Ilmuwan Muslim Peraih Nobel

Dalam perjalanan sejarah Hadiah Nobel sepanjang sekitar 100 tahun, baru ada empat Muslim yang mendapatkan anugerah itu. Mereka adalah almarhum Presiden Mesir Anwar Sadat, sastrawan Mesir Najib Mahfudz, lmuwan Pakistan Abdus
Salam, dan terakhir ilmuwan asal Mesir yang menetap di AS, Ahmad Zuwaeli asal Mesir. Dua yang pertama mendapatka
h Penghargaan Nobel di bidang perdamaian dan sastra. Sedangkan Abdus Salam di bidang fisika dan Zuwaeli--yang juga hafiz Quran--di bidang kimia pada 2000
.

Hadiah Nobel adalah penghargaan yang diberikan oleh Alfred Nobel (1833-1896) sejak tahun 1901 untuk lima bidang: fisika, kimia, kedokteran, sastra, dan perdamaian. Pada 1968 bertambah lagi satu bidang, yaitu ekonomi. Penghargaan Nobel, terutama di bidang ilmu pengetahuan, diberikan kepada seorang ilmuwan atas penemuan yang dinyatakan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan dalam bidangnya masing-masing.

Jauh sebelum Abdus Salam dan Zuwaeli, sekitar 9 atau 10 abad lalu, dunia Islam sebenarnya sudah mempunyai ilmuwan-ilmuwan besar, bahkan mungkin lebih besar dari mereka yang pernah mendapatkan Hadiah Nobel. Mereka antara lain: Al-Kindi (pendiri psikofisik), Al-Khawarizmi (bapak aljabar dan geografi), Abu Al-Zahrawi (penemu acuan gips modern), Abu Said Al-Sijzi (penemu sistem heliosentrik dan pendahulu Galileo), Ibnu Haitham (penemu teknik fotografi dan energi solar), Ibnu Sina (bapak ilmu kedokteran modern), Al-Ghazali (penemu pusat paru jantung), Ibnu Rusyd (perintis ilmu jaringan tubuh), Ibnu Nafis (penemu peredaran darah paru-paru), dan Ibnu Khaldun (bapak sosiologi dan politik).

Berikut profil singkat di antara para ilmuwan Muslim itu beserta penemuan-penemuan mereka: IBNU SINA

Nama lengkapnya Abu Ali Al-Husain Ibnu Abdullah Ibnu Sina. Lahir pada 980 di Ifsyia Karmitan, Asia Tengah, dan wafat pada 1037. Pada usia 10 tahun, ia sudah hafal Alquran.

Ibnu Sina dikenal sebagai the faher of doctors (bapak kedokteran). Selain kedokteran, ia juga menguasai fisika, matematika, astronomi, sejarah, filsafat dan kedokteran.

Sebagai dokter, ia lebih suka tindakan preventif daripada kuratif dan selalu menguatkan aspek spiritual dan fisik pasien secara simultan dalam pengobatannya. Bahwa temperatur, makanan, minuman, limbah, udara, keseimbangan gerak dan fikiran, tidur dan kerja mempengaruhi kesehatan, itu semua terbukti, dan sekarang menjadi masalah lingkungan yang utama.

Katanya, udara yang terkontaminasi uap dari rawa, danau, saluran drainase, asap atau jelaga dapat membahayakan kesehatan. Kini diketahui, gas itu adalah hasil proses anaerobik air limbah yakni CH4 (metana), H2S dan NH3.

Dari sejumlah risalah kesehatannya, Ibnu Sina punya dua teori segitiga pengobatan. Pertama, Triangular Theory of Islamic Medicine yang menyatakan kaitan antara Allah, manusia, dan pengobatan. Teori kedua, adanya 'hubungan antara badan, fikiran, dan semangat' pada kesehatan manusia.

Topik artikelnya yang lain adalah tentang penyakit jantung yang ada di dalam Kitab Adwiyat al-Qalbiyah (risalah obat untuk sakit jantung). Kitab ini diterjemahkan Arnold of Villanova dengan judul De Viribus Cordis di Spanyol. Karya lainnya, Urjuzah fit Tibb, sebuah manual medis, dibahasalatinkan oleh Armengaud Blasius (meninggal tahun 1312) menjadi Cantica di Montpellier, Perancis. Termasuk, risalah penyakit malaria yang diadopsi sembilan abad kemudian oleh Prof Wagner von Jauree dari Vienna sehingga menerima Nobel bidang fisiologi tahun 1927.

Karya medis pemilik magnum opus untuk buku al-Qanun fit Tibb atau Canon of Medicine ini, menurut MS Khan, ada sekitar 48 buah dalam bentuk buku dan risalah, sebagian menyatakan mencapai ratusan judul.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews